Bukan Outside In, Melainkan Inside Out

Peradaban berawal dari rumah. Peradaban berawal dari keluarga. Maka dari itu pendidikan berbasis rumah sesungguhnya adalah hal yang sudah semestinya kita lakukan. Qadarullah, selama pandemi ini orang tua berkesempatan menghabiskan waktu lebih banyak bersama putra-putrinya. Bahkan kegiatan belajar yang biasanya di sekolah pun sekarang dialihkan ke rumah.


Delapan bulan lamanya orang tua menjadi guru bagi putra-putrinya di rumah. Tentu tidak mudah baik bagi orang tua, anak, maupun guru di sekolah. Orang tua tidak seperti guru yang sudah berpengalaman mengajar serta memiliki ilmu yang mumpuni. Apalagi jika orang tua yang mengajar, terkadang anak-anak jadi mudah merajuk dan banyak maunya. Namun kita harus tetap semangat, demi putra-putri kita. Karena saat ini anak-anak mengandalkan pendidikan dari orangtuanya sendiri.


Al ummu madrasatul ula, ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ungkapan yang berasal dari bahasa arab ini kembali mengingatkan kita bahwasanya home education itu kewajiban bagi orang tua. Ini amanah dari Allah. Dan kita sebagai pemegang amanah, insyaallah sudah diberikan bekal oleh Allah, jadi kita mesti percaya diri, percaya pada kemampuan kita dalam mendidik anak-anak.


Menurut ustadz Harry Santosa, orang tua dipercaya sebagai penjaga amanah-Nya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu. Hal-hal yang SEMESTINYA orang tua lakukan, antara lain :
◈ Mendidik
◈ Mendengarkan
◈ Menyayangi
◈ Melayani (pada usia 0-7 thn)
◈ Memberi rasa aman dan nyaman
◈ Menjaga dari hal-hal yang merusak jiwa dan fisiknya
◈ Memberi contoh dan keteladanan
◈ Bermain
◈ Berkomunikasi dengan baik sesuai usia anak

Tugas mendidik bukan menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani anak-anak menggali dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh. Satu-satunya lembaga yang tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh cinta hanyalah rumah dimana amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya.


Anak lahir ke muka bumi membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang mengeluarkan fitrah anak tersebut:


Fitrah Kesucian. Inilah yang menjelaskan mengapa tiap manusia mengenal dan mengakui adanya Tuhan, memerlukan Tuhan, sehingga manusia memiliki sifat mencintai kebenaran, keadilan, kesucian, malu terhadap dosa.


Fitrah Belajar.
Tidak satupun manusia yang tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar. Khalifah di muka bumi tentunya seorang pembelajar tangguh sejati.


Fitrah Bakat.
Ini terkait misi penciptaan spesifik atau peran spesifik khilafah atau peradaban, sehingga setiap anak yang lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat yang berbeda-beda.


Fitrah Perkembangan.
Setiap manusia memiliki tahapan perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan pendidikan yang sesuai dengan tahapannya, karena perkembangan fisik dan psikologis anak bertahap mengikuti pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak memerintah ajarkan shalat sejak dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia 7 tahun. Pembiasaan boleh dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan penghayatan aqidah berupa cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak.


Masyaallah, mumpung anak-anak 24 jam bersama kita, orang tuanya. Marilah kita terapkan apa yang disampaikan ustadz Harry Santosa di atas. Saya juga ingin berbagi pengalaman saat menerapkan pendidikan berbasis fitrah ini pada anak saya.


Saat di sekolah anak-anak mengikuti program tahfidz yang dimulai dari juz 30. Saat ini anak saya sudah menginjak juz 28. Saat di sekolah, anak-anak bisa langsung setoran ayat yang dihafal kepada ustadzah yang mengampu. Namun selama pembelajaran daring ini anak-anak melakukan setoran via voice note. Jika sudah mencapai 1 surat, baru anak akan diuji kelancaran dan kesempurnaan hafalan via video call.


Awalnya anak saya tetap terjaga semangatnya, 1 bulan bisa hafal 1 surat pendek. Namun
barangkali karena menghafal sendirian berbeda dengan ketika menghafal bersama teman-teman di sekolah, lambat laun semangatnya meredup.


Selama ini motivasi menjadi penghafal Alquran yang seringkali didengungkan adalah anak dan orangtua akan diberikan Allah pakaian dan mahkota kemuliaan pada hari akhir nanti.


Mereka akan dipanggil, “Di mana orang-orang yang tidak terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabKu?” Maka berdirilah mereka dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota kemuliaan, diberikan kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan dengan tangan kirinya. (HR. At-Tabrani)


Sungguh hal ini memang luar biasa dan istimewa sekali. Namun alangkah baiknya jika motivasi tersebut lebih dilengkapi lagi dan disesuaikan dengan pemikiran anak. Sebab kemuliaan seorang ahlul Qur’an itu banyak sekali.


Pada anak saya, saya mencoba menggunakan metode inside out. Anak saya takut kegelapan. Sehingga saya ceritakan kisah di bawah ini :


Dari Sa’id bin Sulaim ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tiada penolong yang lebih utama derajatnya di sisi Allah pada hari Kiamat daripada Al-Qur’an. Bukan nabi, bukan malaikat dan bukan pula yang lainnya.” (Abdul Malik bin Habib-Syarah Ihya).


Bazzar meriwayatkan dalam kitab La’aali Masnunah bahwa jika seseorang meninggal dunia, ketika orang-orang sibuk dengan kain kafan dan persiapan pengebumian di rumahnya, tiba-tiba seseorang yang sangat tampan berdiri di kepala mayat. Ketika kain kafan mulai dipakaikan, dia berada di antara dada dan kain kafan.


Setelah dikuburkan dan orang-orang mulai meninggalkannya, datanglah dua malaikat. Yaitu Malaikat Munkar dan Nakir yang berusaha memisahkan orang tampan itu dari mayat agar memudahkan tanya jawab.
Tetapi si tampan itu berkata,” Ia adalah sahabat karibku. Dalam keadaan bagaimanapun aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian ditugaskan untuk bertanya kepadanya, lakukanlah pekerjaan kalian. Aku tidak akan berpisah dari orang ini sehingga ia dimasukkan ke dalam syurga.”


Lalu ia berpaling kepada sahabatnya dan berkata,”Aku adalah Alquran yang terkadang kamu baca dengan suara keras dan terkadang dengan suara perlahan. Jangan khawatir setelah menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir ini, engkau tidak akan mengalami kesulitan.”
Setelah para malaikat itu selesai memberi pertanyaan, ia menghamparkan tempat tidur dan permadani sutera yang penuh dengan kasturi dari Mala’il A’la. (Himpunan Fadhilah Amal : 609)


Alhamdulillah setelah mendengar kisah tersebut anak saya menjadi sangat termotivasi menjadi ahlul Qur’an. Ayah bunda dapat menggunakan kisah-kisah yang lain untuk menumbuhkan motivasi anak-anak. Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bishowab

Trims atas komentarnya ^^. Pasti saya baca dan insya Allah akan saya balas. Makasih atas kunjungannya ke Rumah Samara ^^